Pada awal tahun 2024, Presiden Joko Widodo kembali menggaungkan komitmennya dalam memberantas mafia tanah. Seruan ini muncul sebagai respons atas meningkatnya keluhan masyarakat terkait sengketa lahan yang tak kunjung tuntas. Berdasarkan data dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), sepanjang tahun 2023 terdapat lebih dari 2.700 laporan kasus pertanahan yang mengindikasikan keterlibatan jaringan mafia tanah. Kondisi ini mencerminkan bahwa persoalan pertanahan di Indonesia bukan hanya persoalan administratif semata, tetapi juga melibatkan praktik kriminal yang terorganisir dan sistematis.
Fenomena mafia tanah tidak hanya merugikan individu, tetapi juga merusak tatanan hukum, memperlambat pembangunan nasional, dan melemahkan kepercayaan publik terhadap institusi negara. Artikel ini membahas secara mendalam bagaimana mafia tanah beroperasi, tantangan yang dihadapi pemerintah dalam memberantasnya, serta dampak langsung terhadap kehidupan masyarakat.
Definisi dan Modus Operandi Mafia Tanah
Mafia tanah adalah sekelompok pelaku yang secara sistematis mengatur dan menjalankan praktik manipulatif untuk menguasai tanah secara ilegal. Mereka terdiri dari berbagai elemen: oknum pegawai pertanahan, pejabat pemerintah, notaris, pengusaha, hingga preman bayaran. Keberadaan mereka memanfaatkan celah hukum, kelambanan birokrasi, serta ketidaktahuan masyarakat terhadap status hukum lahannya.
Modus-modus mafia tanah antara lain:
- Pemalsuan dokumen seperti sertifikat hak milik, surat girik, atau dokumen pendukung lainnya.
- Penghilangan atau manipulasi data di kantor pertanahan.
- Intimidasi dan kekerasan terhadap pemilik sah.
- Rekayasa jual beli dengan menggunakan identitas palsu.
- Penggunaan pengaruh politik untuk mempercepat penerbitan sertifikat baru.
Praktik-praktik ini membuat masyarakat sulit melindungi haknya. Dalam beberapa kasus, pemilik tanah sah justru dikriminalisasi saat mempertahankan haknya, seperti yang dialami oleh Petani di Jambi yang melawan perampasan lahan oleh perusahaan besar.
Penyebab Suburnya Mafia Tanah di Indonesia

1. Ketidakteraturan Administrasi Pertanahan
Sebagian besar tanah di Indonesia belum terdaftar secara resmi. Data ATR/BPN mencatat bahwa dari estimasi 126 juta bidang tanah di Indonesia, baru sekitar 107 juta yang terdaftar hingga akhir 2023. Sisanya masih berupa tanah adat, girik, atau tidak memiliki bukti kepemilikan sah. Kondisi ini menciptakan ruang gelap yang menjadi ladang empuk bagi mafia tanah.
2. Lemahnya Penegakan Hukum
Proses hukum dalam perkara pertanahan kerap berlarut-larut. Mafia tanah memanfaatkan celah ini dengan menunda proses hukum atau bahkan menyuap aparat penegak hukum. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat banyak kasus pertanahan yang mangkrak atau berhenti karena minimnya transparansi dan keberanian penegakan hukum.
3. Korupsi dan Keterlibatan Oknum
Banyak oknum aparatur negara, termasuk di lingkungan BPN, terlibat dalam praktik mafia tanah. Kasus suap yang melibatkan pejabat BPN di Jakarta Timur pada tahun 2022 menjadi bukti bahwa jaringan mafia tanah tidak hanya bekerja dari luar, tetapi juga dari dalam institusi negara.
4. Rendahnya Literasi Hukum Masyarakat
Sebagian besar masyarakat tidak memahami pentingnya legalitas tanah. Mereka menganggap bahwa memiliki girik atau surat keterangan desa sudah cukup. Ketidaktahuan ini dimanfaatkan oleh mafia tanah untuk menyusup dan mengambil alih tanah secara diam-diam, terutama di wilayah pedesaan.
Dampak Mafia Tanah terhadap Kehidupan Masyarakat
1. Penggusuran dan Hilangnya Tempat Tinggal
Banyak kasus warga yang digusur secara paksa karena tanah mereka diambil alih oleh pihak yang mengklaim memiliki sertifikat sah. Salah satu kasus menimpa warga Desa Wadas, Jawa Tengah, yang dituding menempati lahan ilegal padahal sudah dihuni selama puluhan tahun.
2. Konflik Sosial
Sengketa pertanahan sering memicu konflik horizontal antarwarga atau antar kelompok masyarakat. Ketika klaim hak saling bertentangan, ketegangan sosial mudah meledak dan memicu kekerasan.
3. Terhambatnya Investasi dan Pembangunan
Investor menjadi ragu menanamkan modal karena takut terlibat dalam konflik kepemilikan lahan. Situasi ini memperlambat pembangunan infrastruktur dan properti yang sebenarnya diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi.
4. Kerugian Negara
Mafia tanah juga berdampak pada kerugian negara dari sisi pendapatan pajak dan pengelolaan aset. Konflik agraria yang tidak selesai menghambat program reforma agraria dan pengadaan lahan untuk proyek strategis nasional.
Upaya Pemerintah dalam Mengatasi Mafia Tanah
1. Program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap)
Melalui program ini, pemerintah menargetkan seluruh bidang tanah di Indonesia memiliki sertifikat sah. Hingga awal 2024, lebih dari 100 juta sertifikat berhasil diterbitkan melalui PTSL. Namun, pelaksanaan program ini masih menghadapi kendala pungutan liar dan rendahnya partisipasi masyarakat di beberapa daerah.
2. Pembentukan Satgas Anti-Mafia Tanah
Satgas ini terdiri dari unsur Kementerian ATR/BPN, Kepolisian, dan Kejaksaan. Fokusnya adalah menangani kasus prioritas dan membongkar jaringan mafia. Data terbaru menunjukkan bahwa lebih dari 400 kasus ditangani sepanjang 2023, dan beberapa jaringan besar berhasil diungkap, seperti kasus mafia di Bali dan Sumatera Utara.
3. Digitalisasi Pertanahan
Pemerintah tengah mempercepat transformasi digital melalui aplikasi “Sentuh Tanahku” dan sistem elektronik sertifikasi tanah. Langkah ini bertujuan mengurangi praktik manipulasi data dan membuka akses informasi kepada publik. Namun, belum semua kantor pertanahan menerapkan sistem ini secara penuh.
4. Reformasi Birokrasi dan Sanksi bagi Oknum
Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto menyatakan akan mencopot pejabat yang terbukti terlibat praktik mafia. Langkah ini telah dimulai sejak 2022 dan melibatkan proses evaluasi berkala terhadap pegawai pertanahan. Namun, masyarakat berharap agar proses hukum terhadap pelaku juga ditegakkan secara terbuka dan konsisten.
Peran Anda dalam Melindungi Hak Atas Tanah
Sebagai warga negara, Anda dapat mengambil langkah proaktif:
- Sertifikatkan tanah Anda sesegera mungkin.
- Verifikasi status tanah secara berkala melalui aplikasi resmi ATR/BPN.
- Gunakan notaris terpercaya dan berintegritas.
- Laporkan praktik mencurigakan ke Satgas Mafia Tanah atau Ombudsman RI.
- Edukasi lingkungan sekitar, terutama di wilayah yang belum tersentuh program PTSL.
Masalah mafia tanah adalah refleksi dari lemahnya tata kelola pertanahan di Indonesia. Pemerintah telah menunjukkan komitmen melalui berbagai program dan kebijakan, namun keberhasilan pemberantasan bergantung pada konsistensi hukum, transparansi birokrasi, dan partisipasi aktif masyarakat.
Anda sebagai pemilik hak atas tanah harus lebih waspada dan aktif dalam mengamankan aset. Dengan digitalisasi, keterbukaan informasi, serta reformasi kelembagaan, mafia tanah dapat ditekan secara signifikan. Tugas besar masih menanti, tetapi langkah awal telah dimulai.