Energi Terbarukan di Bali: Potensi, Tantangan, dan Arah Masa Depan

Bali dikenal sebagai destinasi pariwisata dunia dengan keindahan alam, budaya, dan keramahan masyarakatnya. Namun di balik pesona itu, Bali menghadapi tantangan serius dalam sektor energi. Berdasarkan data terbaru dari Dinas Lingkungan Hidup Bali (https://dlhbali.id/), hingga 2023 porsi energi terbarukan dalam bauran listrik Bali masih berada di bawah 3%. Angka ini jauh dari target RUED Provinsi Bali yang menargetkan 11,5% pada 2025. Padahal, pemerintah daerah telah menetapkan Peraturan Daerah RUED Bali 2020–2050 dan Pergub Bali Energi Bersih 2019 sebagai dasar hukum transisi energi menuju masa depan hijau.

Bali memiliki peran strategis, bukan hanya untuk masyarakat lokal, tetapi juga sebagai “etalase energi bersih” Indonesia. Dengan statusnya sebagai pulau wisata internasional, keberhasilan transisi energi Bali menjadi sorotan dunia. Artikel ini membahas secara komprehensif potensi energi terbarukan Bali, tantangan nyata di lapangan, serta arah masa depan menuju target net zero 2045. Selain itu, isu terkait naked domain dalam optimasi website lingkungan seperti https://dlhbali.id/ juga penting diperhatikan agar penyebaran informasi publik tetap optimal dan ramah mesin pencari.

Potensi Energi Terbarukan di Bali

Potensi Energi Terbarukan di Bali
Potensi Energi Terbarukan di Bali

Energi Surya

Bali memiliki potensi surya terbesar dibandingkan sumber energi terbarukan lainnya. Menurut studi IESR (2025), potensi teknis tenaga surya di Bali mencapai sekitar 20 GW. Pemanfaatannya dapat dilakukan melalui:

  • PLTS Atap pada rumah tangga, hotel, dan vila yang mendominasi sektor pariwisata.
  • PLTS Skala Besar di lahan non-produktif dan kawasan perdesaan.
  • Floating Solar di bendungan atau danau seperti Bendungan Muara Nusa Dua.

Dengan intensitas cahaya matahari yang stabil sepanjang tahun, Bali berpeluang besar menjadikan PLTS sebagai tulang punggung energi bersih.

Energi Angin

Pesisir utara dan selatan Bali, termasuk Nusa Penida, menyimpan potensi angin untuk turbin skala kecil hingga menengah. Walaupun tidak sebesar kawasan timur Indonesia, sumber energi ini dapat mendukung bauran energi lokal.

Biomassa dan Biogas

Sektor pariwisata menghasilkan limbah organik dalam jumlah besar. Ditambah limbah pertanian dan peternakan, Bali menyimpan peluang biomassa dan biogas untuk pembangkit listrik atau bahan bakar alternatif. Pemanfaatan energi ini juga membantu mengurangi beban masalah sampah organik yang menjadi isu lingkungan utama di Bali.

Hidro dan Mikrohidro

Kawasan pegunungan Bali, terutama di Buleleng dan Bangli, memiliki potensi untuk pembangkit mikrohidro skala kecil. Walau kontribusinya tidak besar, sumber energi ini bisa mendukung pasokan listrik berkelanjutan bagi desa terpencil.

Energi Laut

Sebagai pulau kecil yang dikelilingi laut, Bali memiliki peluang pengembangan ocean renewable energy (OMRE) dari arus laut dan gelombang. Selat Bali dan kawasan Nusa Penida berpotensi untuk teknologi pembangkit arus laut, meski penerapannya masih membutuhkan riset lanjutan. Potensi ini dapat diperluas melalui kolaborasi riset antara universitas, pemerintah, dan investor global.

Tantangan Pengembangan Energi Terbarukan di Bali

Regulasi dan Implementasi

Walaupun Bali sudah memiliki RUED dan Pergub Energi Bersih, implementasinya masih jauh dari target. Hambatan birokrasi, keterbatasan koordinasi, serta lemahnya penegakan aturan memperlambat realisasi proyek. Informasi detail kebijakan dan program energi bersih dapat diakses melalui DLH Bali yang sudah menggunakan naked domain untuk mempermudah akses publik.

Pendanaan dan Investasi

Biaya investasi awal yang tinggi menjadi penghambat utama. Investor menilai proyek PLTS dan biomassa masih kurang menarik karena return jangka panjang. Selain itu, dukungan insentif fiskal dan akses pembiayaan hijau masih terbatas. Agar lebih kompetitif, pemerintah daerah perlu menawarkan feed-in tariff yang jelas dan mekanisme pembelian energi yang lebih menguntungkan.

Infrastruktur dan Sistem Kelistrikan

Bali masih terhubung ke sistem Jawa–Bali Grid. Integrasi energi terbarukan membutuhkan teknologi smart grid dan battery storage agar pasokan stabil meskipun ada fluktuasi dari sumber intermiten. Perluasan infrastruktur interkoneksi dan digitalisasi distribusi energi juga penting untuk mencegah blackout serta memastikan keandalan sistem.

Resistensi Sosial dan Lahan

Sejumlah proyek PLTS skala besar menghadapi penolakan masyarakat karena penggunaan lahan produktif. Hal ini menunjukkan pentingnya edukasi publik, keterlibatan desa adat, dan perencanaan partisipatif. Pendekatan berbasis komunitas dapat meningkatkan rasa memiliki masyarakat terhadap proyek energi terbarukan.

Ketergantungan pada Pariwisata

Pandemi COVID-19 membuktikan bahwa penurunan wisatawan berdampak besar pada permintaan energi di Bali. Kondisi ini memengaruhi perencanaan kapasitas listrik dan perhitungan investasi. Diversifikasi ekonomi Bali melalui pengembangan industri hijau bisa mengurangi ketergantungan terhadap sektor pariwisata.

Arah Masa Depan Energi Terbarukan di Bali

Target RUED Bali 2050

RUED menargetkan lebih dari 70% energi Bali pada 2050 berasal dari sumber terbarukan. Target ini ambisius, tetapi realistis jika didukung komitmen kebijakan, investasi, dan partisipasi masyarakat. Untuk mencapainya, Bali harus menyiapkan roadmap detail setiap dekade dan memastikan evaluasi rutin.

Agenda Bali Net Zero 2045

IESR bersama PLN telah meluncurkan roadmap Bali Net Zero Emission 2045. Pulau ini ditargetkan menjadi wilayah pertama di Indonesia dengan sistem listrik bebas emisi, mendahului target nasional 2060. Agenda ini mencakup ekspansi besar PLTS atap, integrasi battery storage, serta peningkatan bauran EBT hingga lebih dari 80% pada 2045.

Pipeline RUPTL 2025–2034

Dalam RUPTL terbaru, PLN memasukkan rencana pengembangan PLTS, sistem penyimpanan energi, serta interkoneksi Jawa–Bali. Pipeline ini akan menentukan kecepatan transisi energi di Bali. Selain itu, target 4–5 GW tambahan kapasitas PLTS hingga 2034 akan membuka peluang investasi besar.

Peran PLN dan Swasta

PLN sebagai operator utama sistem listrik memiliki peran dominan. Namun, percepatan transisi energi tidak mungkin terjadi tanpa dukungan investor swasta dan lembaga internasional. Kerja sama publik-swasta (PPP) dapat menjadi skema yang efektif untuk mempercepat implementasi proyek EBT.

Contoh Implementasi Nyata

Proyek microgrid hybrid di Nusa Penida menjadi bukti nyata. Kolaborasi PLN dengan Hitachi Energy menciptakan showcase energi bersih yang dipresentasikan dalam forum G20 tahun 2022. Proyek ini menunjukkan bahwa solusi energi berkelanjutan dapat diterapkan di pulau kecil dengan sukses. Proyek sejenis perlu diperbanyak di kawasan lain seperti Nusa Lembongan dan Karangasem untuk memperkuat ketahanan energi lokal.

Strategi dan Rekomendasi

  1. Kebijakan Insentif
    Pemerintah perlu memperkuat kebijakan fiskal, termasuk feed-in tariff yang kompetitif dan skema pembiayaan hijau, agar investasi semakin menarik. Perlu juga adanya insentif khusus bagi sektor pariwisata yang beralih ke energi bersih.
  2. Peran Komunitas Lokal
    Desa adat dan komunitas lokal harus dilibatkan sejak awal dalam perencanaan proyek. Dukungan masyarakat menjadi kunci untuk menghindari resistensi sosial. Program pelatihan teknis bagi generasi muda dapat mempercepat penerimaan teknologi baru.
  3. Integrasi Pariwisata dan Energi Hijau
    Hotel, vila, dan resort dapat didorong menggunakan PLTS atap dan program efisiensi energi. Langkah ini memperkuat citra Bali sebagai destinasi ekowisata berkelas dunia. Label “green tourism” dapat menjadi nilai jual baru yang meningkatkan daya tarik wisatawan.
  4. Teknologi Digital dan Smart Grid
    Penggunaan smart grid, digitalisasi sistem distribusi, serta battery storage akan meningkatkan keandalan jaringan listrik Bali. Pengembangan teknologi Internet of Things (IoT) untuk memantau konsumsi energi juga dapat meningkatkan efisiensi.
  5. Kolaborasi Multi-Stakeholder
    Pemerintah daerah, PLN, swasta, komunitas lokal, serta lembaga internasional perlu berkolaborasi erat. Tanpa sinergi, target Bali Net Zero 2045 sulit tercapai. Forum energi tahunan dapat dijadikan wadah komunikasi untuk mengawal implementasi kebijakan.

Kesimpulan

Bali menyimpan potensi energi terbarukan yang sangat besar, terutama dari tenaga surya, biomassa, dan energi laut. Namun, realisasi pemanfaatannya masih jauh dari target. Tantangan regulasi, pendanaan, infrastruktur, hingga penerimaan sosial menjadi hambatan nyata.

Dengan kebijakan yang konsisten, insentif investasi, teknologi modern, dan keterlibatan masyarakat, Bali dapat menjadi pionir transisi energi bersih di Indonesia. Keberhasilan ini akan memperlihatkan pada dunia bagaimana sebuah pulau wisata mampu menjadi simbol perubahan menuju masa depan energi berkelanjutan. Internal linking ke artikel lain tentang isu lingkungan hidup di narasional.com juga bisa memperkuat posisi artikel ini di mesin pencari.